Sunday, February 26, 2012

diary Live In 16-21 Desember 2011 :')

HARI 1 – 17 Desember 2011
Pagi itu, kami sampai sekitar pukul 07.00 pagi di dusun Merapi Sari, Ngablak. Awalnya, kami tidak mengetahui bahwa kami berdua akan dijadikan satu rumah selama live in di Magelang. Maklum saja, teman sekamar kami berdua secara tiba-tiba memutuskan untuk tidak ikut live in pada hari keberangkatan. Kejadian ini tentu saja membuat kami berdua kaget dan malas rasanya mengikuti live in, dengan rasa harap-harap cemas apakah kami akan mendapatkan pengganti, atau malah akan dijadikan serumah dengan guru. Yang tentu saja, bila dijadikan serumah dengan guru, bagi kami semua, pastinya tidak akan semengasyikan seperti dengan teman.
Dengan perasaan yang campur aduk, antara kesal, kaget, dan tentunya ngantuk, kami turun dari bus dan melihat sekeliling. Setelah menunggu beberapa lama di depan rumah-rumah penduduk yang tampak sepi, akhirnya kami dipanggil oleh panitia untuk ditentukan rumah beserta teman satu rumah. Ternyata, Tuhan masih berpihak pada kami. Ketika mendengar bahwa “Irene Chandra dan Selvy Metta Pratama menempati rumah keluarga Pak Subardi di desa Merapi Sari”, lega rasanya. Setidaknya, kami saling kenal. Kami memang tidak dekat sebelumnya, namun tidak pernah terjadinya masalah diantara kami berdua sudah cukup membuat tenang. Di tengah “perbincangan teman sekamar live in” tersebut, ada beberapa kawan kami yang tidak bersedia untuk dijadikan satu rumah dengan yang lainnya. Karena takut akan diubah lagi teman dan desanya, kami memutuskan untuk keluar.
Selanjutnya, kami dijemput oleh seorang ibu menuju rumahnya. Kami benar-benar bersyukur ketika melihat rumah orang tua asuh kami yang tergolong bagus. Ketika kami masuk, di dalamnya ada seorang anak laki-laki beserta dengan anak perempuan yang terlihat lebih tua. Di dalam rumah, kami melihat kursi tamu dengan lemari yang berjajar rapi, lantai yang berkeramik beserta seperangkat dvd player dengan speaker-speaker yang besar. Si ibu menunjukkan kami kamar yang akan kami tempati selama 4 malam kami menginap di sana. Di kamar dengan cat pink itu, ada sebuah kasur di lantai cukup untuk berdua, yang dialasi karpet berwarna merah. Beberapa puzzle besar yang terbuat dari gabus menunjukkan bahwa sebenarnya kamar itu ditempati oleh kedua anak di rumah kami. Pada saat itu, kami minta izin untuk menggunakan toilet yang ternyata berada di luar rumah. Awalnya, kami benar-benar kaget ketika melihat toilet di rumah Pak Subardi itu. Awalnya kami berpikir bahwa kami tidak akan tahan bila keadaan toilet seperti itu.
Tidak lama kemudian, si bapak masuk ke rumah dan mengajak kami berdua duduk di kursi depan untuk sekedar basa-basi dan perkenalan. Dari perkenalan tersebut, kami mengetahui bahwa si anak laki-laki yang kecil bernama Brian, kelas 5 SD dan anak perempuan yang lebih tua bernama Reza, yang sekarang duduk di kelas 3 SMP. Jujur saja, perkenalan seperti ini benar-benar terasa canggung dan asing. Tidak lama kemudian, si ibu mengajak kami pergi ke pasar. Tentu saja kami mau untuk ikut. Akhirnya, kami mengikuti si ibu berjalan menuju ke depan jalan raya. Ternyata, kami diajak untuk naik angkutan umum menuju ke pasar.
Karena di dalamnya terlihat penuh oleh penduduk sekitar, kami memutuskan untuk duduk di depan. Ternyata guru-guru pendamping kami (Pak Bob, Miss Donda dan Pak Joko) juga naik angkutan yang sama. Sesampainya di pasar, kami di ajak menyusuri pasar dengan baju live in yang masih menempel di badan. Si ibu membeli beberapa bumbu dapur, buncis, serta potongan-potongan ayam. Ia juga menanyakan apakah kami menginginkan sesuatu untuk dibeli. Karena rasa sungkan dan masih canggung, tentunya kami tidak meminta apapun. Si ibu akhirnya membeli beberapa makanan kecil yang terbuat dari singkong beserta biscuit coklat dari pasar itu.
Sepulangnya dari pasar, kami berdua memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi dusun Merapi Sari untuk melihat-lihat. Di jalan, kami bertemu dengan beberapa teman yang juga sedang jalan-jalan, atau sedang mengikuti orang tua asuhnya. Kami juga sempat mampir ke  rumah-rumah teman-teman kami yang ada di sekitar kami. Ketika matahari sudah semakin tinggi, kami memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua asuh kami. Tidak disangka-sangka, rumah tersebut ditinggal dengan keadaan kosong, tidak ada orang. Kamipun sempat bingung dan akhirnya menunggu di kamar dengan lapar.
Tidak lama kemudian, si ibu pulang. Ternyata ia harus mengambil rapor anaknya, yang dilanjutkan dengan pertemuan ibu-ibu gereja. Dari sanalah kami mengetahui bahwa keluarga ini beragama Kristen atau Katholik. Setelah itu, si ibu memberikan kami makan siang dengan diiringi obrolan-obrolan ringan. Si ibu juga menjelaskan bahwa sebenarnya beliau memang tidak memiliki terlalu banyak kegiatan, hanya memberi makan babi, sesekali ke ladang atau ke pasar. Sementara Bapak adalah seorang buruh pasar yang sehari-hari pergi ke pasar pagi-pagi dan pulang sore. Jadi, kami memutuskan untuk mengikuti kegiatan si ibu, daripada merepotkan si bapak.
Sore harinya, kami ditawarkan air hangat untuk mandi. Karena badan yang sudah kotor dan lengket, kamipun mau. Kami diberitahu bahwa ada pendalaman alkitab untuk umat Kristen. Jadi, kami berencana mengikuti pendalaman alkitab sekitar pukul 19.00. Sekitar pukul 18.00 kami bertanya kepada salah satu teman kami untuk menjemput kami ke rumah penduduk yang mengadakan pendalaman alkitab. Namun setelah dibalas ternyata acara tersebut sudah selesai dan mulai sekitar pukul 16.30. Kami pun sedih karena tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut. Malam harinya, rumah kami didatangi para guru pendamping yang datang beramah-tamah dengan orang tua asuh, dan ‘menitipkan’ kami pada mereka selama 5 hari. Setelah itu, berakhirlah segala kegiatan kami di hari pertama yang canggung itu.


HARI 2 – 18 Desember 2011
Hari kedua kami bangun sekitar pukul 06.30 pagi. Si ibu menawarkan kami untuk ke gereja Kristen yang berada di Sowanan. Bapak Subardi perlu untuk mengendarai motornya dan bolak-balik Merapi Sari-Sowanan tiga kali. Pertama, ia mengantarkan Bu Subardi beserta Brian, kemudian beliau mengantarkan Irene dan terakhir beliau mengantar Reza dan Selvy. Gereja tersebut bernama Gereja Kemah Injil Indonesia atau yang disingkat GKII. Gereja yang dimaksud berada di pinggir sebuah jalan raya, yang harus dicapai dengan menaiki jalan setapak.
Sesampainya di gereja, kami melihat ruangan yang dibiarkan terbuka agar angin dapat masuk. Temboknya sudah selesai dicat setengahnya. Di dalamnya terdapat kursi-kursi kayu seperti yang digunakan sekolah-sekolah berjajar rapi. Di altarnya terdapat beberapa alat music seperti organ dan drum, serta gitar-gitar untuk mengiringi pujian.
Jemaat yang hadir tidak banyak, tidak sebanyak jemaat yang biasa hadir di gereja-gereja besar di Jakarta. Kebaktian Minggu itu dimulai dengan puji-pujian pembuka yang dilanjutkan dengan kesaksian. Sayangnya, pada saat itu belum ada jemaat yang hendak memberikan kesaksian. Namun hal yang menarik terjadi ketika selanjutnya Bapak Supartono membacakan warta jemaat untuk seminggu ke depannya. Dari warta jemaat yang dibacakan, kami dapat mengambil pelajaran di mana seluruh anggota gereja ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja. Baik music, mc, singer, pewarta dan peramah, semua ada bagiannya. Mungkin kegiatan ini digilir setiap minggu pada keluarga-keluarga yang turut serta dalam GKII.
Kebaktian akhirnya dilanjutkan dengan persembahan, firman Tuhan yang dipimpin Pendeta N. Parwadi, perjamuan kudus, dan penutup. Sepulangnya dari gereja, kami memutuskan untuk naik angkutan umum bersama beberapa peserta live in yang juga ikut dalam kebaktian tersebut. Hal ini kami lakukan agar Pak Subardi tidak perlu bolak balik Merapi Sari-Sowanan berkali-kali.
Sesampainya di Merapi Sari, kami diajak oleh si ibu untuk ke kandang babi. Pertama-tama, si ibu mengambil beberapa ember berisi makanan babi, kemudian melemparkannya ke dalam kandang. Ternyata, si ibu memelihara 2 induk babi. Salah satu induknya tidak memiliki anak lagi, karena sebelumnya anak-anak babinya telah dijual. Babi yang satunya masih memiliki 4 ekor anak babi yang masih menyusui. Di sebelah kedua kandang induk tersebut, ada pula dua ekor babi berukuran sedang.
Malam harinya, seusai makan malam, kami berdua duduk bersama keluarga Pak Subardi di ruang tamunya. Pada saat itu, kami melakukan sharing bersama keluarga Pak Subardi. Setelah bertanya-tanya dengan keluarga ini, kami akhirnya dapat mengenal lebih dekat lagi dengan keluarga ini.
Pak Subardi dan keluarganya sudah 16 tahun tinggal di Merapi Sari, Pak Subardi sendiri adalah orang asli dusun Merapi Sari, sedangkan Ibu Subardi berasal dari desa lain di daerah Magelang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Pak Subardi bekerja sebagai buruh pasar di Pasar Ngablak, sementara Ibu Subardi adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus anak-anaknya. Beliau juga beternak babi dan bercocok tanam di ladang dekat rumahnya. Di dusun Merapi Sari ini, rata-rata pendidikan penduduknya adalah SMP. Hali ini disebabkan fasilitas pendidikan yang kurang memadai di sana. Tidak adanya SMA membuat sulitnya penduduk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, karena jarak SMA terdekat adalah di Magelang dan Salatiga. Jarak yang jauh serta biaya yang harus dikeluarkan akhirnya menghambat keinginan untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Penduduk di Merapi Sari rata-rata memiliki agama Kristen atau Katolik. Meskipun ada beberapa warga yang memiliki agama di luar Kristen/Katolik, mereka tetap dapat saling menghormati dan rukun satu sama lain. Sebagai contoh, setiap perayaan Waisak atau Idul Fitri, setiap warga saling memberikan selamat satu sama lain. Hal ini didasari budaya di Merapi Sari yang membiasakan warganya untuk saling menyapa satu sama lain, baik kenal maupun tidak kenal, baik sama atau berbeda agamanya. Budaya ini tentunya patut dicontoh oleh masyarakat, khususnya warga Jakarta yang semakin menjunjung individualism. Jangankan orang yang tidak kenal, bahkan orang yang dikenalpun terkadang tidak saling menyapa satu sama lain.
Di tengah-tengah sharing kami, Ibu Subardi juga bercerita bahwa setahun lalu, ia mendapatkan kecelakaan ketika ia terjatuh dari motor dan akhirnya mengalami gegar otak. Beliau harus dirawat kurang lebih 15 hari. Tentunya, rawat inap di rumah sakit apalagi di ruang ICU yang dialami Ibu Subardi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi, Ibu Subardi mengaku bahwa beliau sangat bersyukur karena saudara-saudaranya, penduduk, serta saudara seiman jemaat di gereja mau mengulurkan pertolongan kepadanya sehingga beliau dan keluarga dapat melewati peristiwa tersebut. Pada hari kecelakaan itu, Reza, anak sulung Ibu Subardi sedang pergi ke Jakarta untuk Study Tour bersama sekolahnya. Karena kecelakaan ini begitu mendadak, Reza akhirnya tidak diberitahu lebih awal, sehingga ketika ia pulang, Reza mendapati rumahnya kosong. Reza bercerita bahwa saat itu ia sangat kaget ketika diberitahu tetangga bahwa ibunya mengalami kecelakaan dan harus dirawat.
Keluarga ini memiliki harapan yang sederhana, di mana mereka dapat mencukupi kehidupan sehari-hari, dan tentunya sukses di masa depan. Juga di bidang agama, supaya dapat selalu dikuatkan imannya dan selalu diberkati Tuhan. Untuk anak-anaknya, mereka berharap supaya dapat mendidik anak-anak agar menjadi orang yang sukses. Harapan ini mereka tindaklanjuti dengan mengirim Reza untuk bersekolah di Magelang untuk melanjutkan ke tingkat SMA. Mereka juga berharap, pemerintah dapat lebih memperhatikan penduduk di dusun Merapi Sari dengan baik.

HARI 3 – 19 Desember 2011
Pagi itu, sebenarnya kami sudah bangun sekitar pukul 6 pagi. Karena rasa ngantuk yang masih menjalar, akhirnya kami terbangun lagi pada pukul 9. Adalah hal yang memalukan ketika semua orang sudah bangun, dan kami masi terlelap. Untunglah, si ibu tidak memiliki kegiatan yang dilakukannya pagi-pagi sekali sehingga kami dapat menghela napas lega.Lalu kami sarapan pagi dengan semangkok indomie yang panas dan lezat beserta susu sapi.
Siangnya, kami diajak untuk ke ladang kubis untuk mencari makanan babi. Kami segera menuju ladang yang jaraknya tidak terlalu jauh dan ikut mengambil kubis-kubis hijau. Awalnya, kami tidak mengerti bagaimana cara yang benar atau bagaimana ciri-ciri kubis yang dibutuhkan. Akhirnya kami diajarkan cara memilih kubis yang baik dan bagaimana cara mengambilnya. Kami pun jadi mengetahui caranya dan mendapat pengetahuan baru dari hal tersebut. Ladang kubis yang lembab dan lembek struktur tanahnya membuat kami agak sulit untuk berjalan, tidak seperti Ibu Subardi dan Reza yang tampak sudah terbiasa dan cepat sekali memetik kubis-kubis. Dalam waktu yang singkat, mereka dapat memenuhi bakul yang semula kosong hingga penuh dan dijejalkan dengan kubis-kubis. Setelah bakul tersebut penuh dan rasanya cukup untuk makanan babi selama dua hari, kami kembali menuju ke kandang babi. Lalu kubis- kubis tersebut diletakkan di suatu ruangan dan Bu Subardi mengambil air untuk minum para babi.
Setelah mencari makanan babi dan ke kandang babi, kami pulang ke rumah untuk beristirahat sejenak. Kami pun ikut menoton televisi. Setelah bosan menonton, kami menanyakan kegiatan Ibu setelah ini, namun tidak ada lagi kegiatan Ibu Subardi. Maka dari itu, kami meminta izin untuk berkeliling desa dan juga berkunjung ke rumah teman juga untuk bermain bersama.
Kami mengunjungi beberapa rumah teman kami, salah satunya rumah Allisa dan Novita. Saat kami disana hujan pun turun sehingga kami tidak dapat pulang. Disana kami bermain kartu dengan anak-anak yang tinggal disana. Setelah puas bermain, mereka minta mengajarkan kami tarian yang pernah ia tampilkan dulu di suatu acara. Kami semua menikmatinya sambil tertawa riang. Karena hari sudah siang, kami ditawarkan untuk makan siang. Awalnya kami menolak karena tidak enak hati, tapi karena Ibu memaksa akhirnya kami makan bersama. Setelah hujan reda itu barulah kami pulang ke rumah bersama Novita dan Allisa.
Saat kami sampai di rumah Bu Subardi kembali mengajak kami untuk makan, kami pun makan lagi dengan lahap. Kami diberi makan babi dan rasanya begitu enak. Setelah makan siang, Ibu Subardi, Reza, dan Brian menonton televisi. Kami bermain kartu di dalam kamar sambil bercanda gurau. Lalu berbincang-bincang juga mengenai tugas biologi.
Karena hari sudah tampak sore, mereka memutuskan untuk kembali pulang. Saat kami pulang Ibu Subardi tidak ada di rumah. Hanya ada Reza yang berada di rumah, kemudian ia menawakan air hangat untuk mandi. Namun karena tidak enak jika setiap hari harus merepotkan mereka untuk memasakkan air hangat jadi kami menolak. Untung hari itu air bersahabat dengan kami, airnya tidak terlalu dingin. Kami meminta ijin untuk ke rumah Jennifer karena teman yang satu sekolompok dengan Irene Chandra berada disana dan mulai mengerjakan tugas biologi.
Lalu kami pulang untuk membantu Ibu Subardi menyiapkan makanan. Lalu kami semua makan malam sambil bercanda gurau dan menonton televisi yang pada saat itu film SpongeBob sedang diputar. Setelah itu kami kembali masuk ke dalam kamar. Setelah berbincang-bincang lalu kami bermain kartu bersama. Namun karena kami hanya bermain berdua, permainan tersebut terasa membosankan. Berniat untuk mengajak Reza dan Brian bermain kartu, kami pun keluar dan mendapati Pak Subardi dan Reza sudah terlelap. Karena sudah terlanjur keluar kamar, akhirnya kami mengajak Reza untuk bermain bersama. Kami pun main bersama Reza, namun Reza akhirnya membangunan Brian untuk bermain bersama kami juga. Permainan menjadi sangat menarik dan kami sampai lupa waktu. Sampai sekitar pukul 21.30, kami memutuskan untuk mengakhiri permainan. Tidak lama setelah itu, Ibu Subardi baru mengatakan bahwa mereka biasa tidur pada pukul 19.00 atau pukul 20.00. Kami langsung merasa tidak enak hati karena kami mereka sekarang tidur malam. Akhirnya kami pun memutuskan untuk tidur.
Di dalam kamar, kami tidak dapat langsung tertidur. Sampai sekitar pukul 22.00, kami mencoba untuk tidur namun tidak berhasil. Tak lama kemudian kami mendengar suara Brian, Reza, dan Ibu Subardi masih terdengar. Terdengar suara rice cooker terbuka yang berarti ada yang akan makan kembali. Kami semakin merasa tidak enak. Sudah kami bangun terlalu siang dan kami juga sudah membuat mereka tidur terlalu malam. Dengan itu, kami jadi harus bisa mengatur waktu dengan baik dan jangan sampai lupa waktu apalagi merugikan orang lain. Karena hari sudah semakin larut dan karena kami terlalu lelah, kami berdoa terlebih dahulu mengucap syukur apa yang telah kami peroleh pada hari ini, lalu kami pun tidur.

HARI 4 – 20 Desember 2011
Hari keempat kami bangun sekitar pukul 05.30. Tiba-tiba terdengar suara handphone dari milik Irene Chandra. Lalu ia keluar kamar untuk meneriman telepon. Saat ia kembali, ia melihat bahwa Bu Subardi masih tertidur dan juga Reza serta Brian. Kami jadi merasa bersalah sehingga mereka bangun kesiangan. Sekitar pukul 06.00, Novita dan Allisa yang sedang jalan-jalan berkunjung lagi ke rumah kami. Lalu kami bermain dan bercanda gurau, datanglah Bu Subardi sambil membawa gorengan, lontong, dan empat gelas susu sapi. Allisa dan Novita sampai disini sekitar pukul 07.30 karena mereka akan kembali ke rumah membantu Ibunya. Setelah mereka pulang, Bu Subardi mengajak kami untuk pergi ke pasar. Berbekal dengan satu bbuah lontong dan gorengan kami siap-siap untuk pergi ke pasar. Pukul 08.00 kami berangkat menuju pasar dengan berjalan kaki melewati ladang-ladang bersama dengan teman-teman Bu Subardi. Perjalanan cukup jauh dan membuat kami cukup lelah. Sesampainya di pasar, kami bertemu dengan banyak sekali teman-teman dan juga guru-guru. Kami bertegur sapa dengan teman-teman dari dusun lain. Reza ingin sekali membeli sandal dan juga baju baru. Akhirnya apa yang diinginkan tercapai. Tampak wajah Reza yang begitu senang. Setelah itu kami membeli kue bantal dan beberapa potong ayam. Setelah itu kami kembali pulang dan Bu Subardi menanyakan apakah kami mau pulang jalan kaki atau naik kendaraan umum. Irene lalu mengatakan bahwa ia ingin naik kendaraan umum saja. Saat turun dari kendaraan umum, kami masih harus berjalan menuju rumah kami. Di tengah perjalanan segerombolan teman-teman Merapi Sari sedang menaiki pick up. Mereka semua berteriak dan memanggil Irene Chandra. Lalu karena hari itu hari terakhir maka Bu Subardi mengajak kami untuk mencari sayur-sayuran sebagai oleh-oleh. Kami, Reza, dan Brian pergi menuju ladang sawi. Ternyata itu adalah ladang sawi milik tetangganya. Kami meminta iji meminta sebagian sawi yang ia miliki. Saat kami hendak mengambil sawi yang ada. Kami merasa tanah tersebut sangat lembek. Jadi saat kita menginjakkan kaki di tanah akan membentuk sebuah tanda bekas kaki lewat disana. Kami juga berbincang-bincang mengenai keadaan disana apakah mengasyikan atau tidak. Mereka tampak senang sekali melihat kami senang tinggal di daerahnya. Setelah mengambil sawi dan foto-foto di ladang kubis, kami memutuskan untuk pulang. Kami juga mengambil beberapa foto pemandangan disana. Pada saat sampai di rumah, kami sudah melihat dua buah kardus indomie yang sudah terisi penuh oleh sayur-sayuran mulai dari buncis, kentang, kol, labu, daun bawang, dan Bu Subardi kemudian memasukkan sawi yang kami ambil tadi ke dalam kardus. Kardus tersebut sampai tidak muat dan harus ditutupi Koran. Kami pun tak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada Bu Subardi. Lalu kami makan siang dan setelah itu kami meminta izin untuk memberikan tugas biologi yang telah diselesaikan oleh Irene. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan teman kami yang bernama Willy. Ia mengajak kami untuk bertamu ke rumah Diva dan Jenny.
Disana kami bertemu dengan anak-anak yang sungguh hiperaktif. Setiap kali mereka melihat adanya handphone, mereka akan mengambilnya dan mengutak-atik isi handphone tersebut. Disaat sedang berbincang-bincang di teras rumah, hujan pun mulai turun. Kami ingin pulang ke rumah namun hujan mulai deras sehingga kami memutuskan untuk berteduh disana sampai hujan reda. Kami duduk di ruang tamu dan menonton televise bersama. Saat kami melihat keluar rumah, hujan tak kunjung reda. Kami mulai cemas takut Bu Subardi mencari kita. Kami berencana untuk menerobos hujan tapi kami berpikir ulang, bagaimana kalau kami sakit. Itu akan lebih merepotkan lagi dan kami berharap Bu Subardi tidak cemas dan memaklumi kalau keadaan sedang hujan. Anak di rumah tersebut mulai menyeramkan menurut kami dan kami sangat sangat ingin pulang ke rumah. Kami sangat berharap ada seseorang yang melewati rumah ini dan kami dapat meminjam payungnya karena di rumah ini tidak memiliki payung. Tak lama setelah itu, lewatlah teman kita sepulangnya dari sawah. Alangkah bahagianya kami saat mereka mengijinkan kami menggunakan p  ayungnya. Lalu kami pulang bersama dengan Jason dan Gerardus Kevin. Setelah itu tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih.
Setelah sampai rumah Bu Subardi ternyata cemas karena kami tidak pulang sampai jam segini. Kami meminta maaf dan mengatakan kalau kami terjebak hujan sehingga tidak dapat pulang. Akhirnya kami masuk ke dalam kamar dan berbincang bersama dan sama-sama berbicara bahwa berapa beruntungnya kami tinggal disini dengan adik-adik asuh yang pendiam, baik, dan tidak hiperaktif. Karena lelah kami mencoba untuk tidur sebentar. Lalu sore hari kami keluar kamar dan ternyata Bu Subardi telah menyiapkan air hangat untuk mandi. Lalu kami mulai membereskan baju-baju ke dalam tas. Sempat terdengar kabar kalau disini ada kegiatan karawitan namun sayangnya tidak jadi. Akhirnya teman mengajak kami untuk karawitan bersama di rumah Helena. Namun karena Selvy sedang pusing akhirnya dia di rumah saja, hanya Irene yang pergi ke rumah Helena. Sebelum Irene pergi, ia diharuskan untuk makan malam terlebih dahulu.
Di rumah Helena mereka berbincang-bincang dan Ibunya ikut berbincang-bincang bersama mereka. Tiba-tiba suasana menjadi haru, Bu asuhnya mengucapkan banyak terima kasih karena sudah mau menerima mereka apa adanya serta mau membantu kegiatan mereka dengan ikhlas. Salah satu teman kami ada yang menangis yang diikuti oleh beberapa teman kami yang terharu mendengar kata-kata tersebut. Tak lama suasana haru tadi berubah kembali menjad riang.
Disaat yang bersamaan, Selvy sedang bernyanyi bersama dengan keluara Pak Subardi, menyanyikan lagu-lagu rohani. Setelah bernyanyi bersama kami juga berbincang-bincang mengenai keadaan di Jakarta dan saling bertukar nomor handphone. Jadi, kami masih dapat saling menghubungi jika ada perlu atau sekedar kangen. Tak lama kemudian, datanglah guru pendamping untuk mengucapkan terima kasih telah menjaga anak-anak yang kami titipkan selama 5 hari ini dan menginformasikan baha besok harus berkumpul pada pukul 06.30. Lalu Brian dan Reza bermain bersama dan Selvy ikut bermain juga. Karena bosan, kami menoton televisi sambil menunggu Irene pulang. Selvy yang sudah mengantuk memutuskan untuk masuk ke kamar duluan. Saat masuk ke kamar terdengar suara pintu terbuka, Irene pulang. 
Sebelum tidur kami berdoa terlebih dahulu, mengucap sukur atas hari ini dan juga berdoa agar keluarga Pak Subardi selalu dalam keadaan sehat dan bahagia. Kami juga tak lupa berdoa untuk keselamatan semua guru pendamping dan juga teman-teman agar dapat selamat sampai Jakarta. Lalu kami memasang alarm karena takut bangun kesiangan.

HARI 5 – 21 Desember 2011
Hari ini adalah hari dimana kami akan pulang. Kami bangun pagi sekali sekitar pukul 02.00. Kami mencoba untuk tidur kembali dan berhasil namun tidak dapat tertidur pulsa. Sebentar-sebentar melihat jam, maklum kami takut ketinggalan. Akhirnya jam 05.30 kami bangun dan diajak untuk sarapan. Sarapan di hari yang masih sangat pagi membuat Selvy mual. Ia hanya dapat makan sedikit. Tumbennya, makanan hari ini tidak pedas, padahal biasanya Bu Subardi masak begitu pedas hingga kami kepedasan. Sebelum berkumpul kami memastikan tidak ada barang yang tertinggal lagi. Lalu kami berjalan ke tempat berkumpul untuk melihat apa tas sudah boleh ditauh apa belum. Karena sudah kami kembali ke rumah untuk mengambil barang bawaan kami. Kami mengucapkan terima kasih dan kami dibantu dibawakan barang bawaan kami. Setelah meletakkan barang-barang di dalam bus, kami merasa tas Selvy begitu enteng. Karena takut ada yang tertinggal, kami kembali ke rumah. Ternyata barang-barang sudah dibawa semua. Namun saat kami kembali ke rumah, kamar kami sudah dibereskan dan tampak tidak ada kesedihan di wajah mereka. Kami tampak kecewa dan akhirnya kembali ke bus. Setelah menunggu cukup lama, teman-teman dari dusun Bandungan Wetan dan Sowana akhirnya tiba. Sekitar pukul 08.30 kami menaiki bus dan kami pun berangkat dari Magelang menuju Jakarta.

No comments:

Post a Comment