Naya
Siang itu, seorang anak muda yang bernama Naya sedang duduk di halaman sekolah. Dia sendirian dan terlihat sangat sedih. Tak lama kemudian, datanglah tiga temannya yakni Mona, Putri, dan Sila. Mereka yang melihat Naya sedih mencoba untuk menghiburnya. Putri yang terkenal sebagai orang amat baik mengajaknya bicara. Namun Naya tak menjawabnya. Dia tetap diam layaknya tak ada orang di sekitarnya. Mona dan Sila pun ikut campur tangan, mereka mencoba menghibur Naya.
“Nay, kenapa kamu sedih? Kamu tahu tidak kalau kami tidak ada bedanya sama kamu.” tanya Mona dengan wajah serius.
Naya pun menoleh dan bertanya, “Apa maksudmu? Aku tak mengerti, apa hubungannya aku denganmu.”
“Ya jelas sama kalau kamu sedih aku juga sedih, kami gak mau kalau kamu sedih begini terus. Ceritakanlah masalahmu. Siapa tahu kami bisa membantu.” jelas Sila sambil tersenyum kepada Naya.
“Aku hanya kesal. Semua orang mengatakan aku bodoh. Aku capek. Aku sudah berusaha tapi tetap saja hasilnya tidak sesuai keinginanku. Kenapa orang lain tanpa belajar bisa mendapat nilai yang baik sedangkan aku tidak?”
“Kamu itu pintar kok. Walaupun begitu kamu sudah berusaha dan kamu itu sangat rajin. Aku kagum pada sikapmu itu.” kata Putri sambil mengelus kepala Naya.
Baru Naya akan menjawab bel pun berbunyi. Naya yang mendengar bunyi bel tersebut langsung masuk ke dalam kelas dan meninggalkan mereka di halaman sekoklah. Mereka pun kaget melihat sikap Naya tadi. Akhirnya mereka pun masuk ke kelas untuk memulai pelajaran.
Di kelas pun Naya hanya diam saja, dia tidak berbicara dengan mereka. Hanya Sonya yang diajaknya bicara. Mereka pun mulai heran. Dia dapat tertawa bersama Sonya namun saat bersama mereka tadi, dia tidak tersenyum sedikitpun.
Istirahat pun tiba, teman-teman mulai meninggalkan kelas, begitu pula dengan Naya. Mereka pun menghampiri Sonya yang sedang bersama Naldo itu.
“Nya, tadi Naya ada cerita apa gak?” tanya Mona dengan nada tinggi. Mona memang sudah cukup kesal melihat tingkah laku Naya tadi.
“Ah Naya? Aku tidak tahu. Memang kenapa?”
Naldo yang daritadi hanya diam saja ikut bicara, “Iya selama pelajaran aku lihat kalian tidak berbicara sama sekali dengan Naya. Kalian ada masalah?”
“Kami bahkan juga bingung. Apa salah kami sampai di begitu. Tadi pagi kami sudah mencoba menghiburnya, tapi dia hanya diam saja.” jelas Sila.
“Dia tidak cerita padaku Sil. Dia hanya berbicara seperti biasa kepadaku, seperti tidak ada masalah di benaknya.” ungkap Sonya dengan wajah menyesel. Sonya merasa tidak dapat membantu Mona, Putri, dan Sila.
Mereka yang masih dalam keadaan bingung pergi meninggalkan kelas menuju kantin sekolah. Seperti biasa kantin pun penuh oleh murid-murid yang sedang makan. Mereka mencari tempat yang masih kosong dan mereka menemukan satu tempat yang hanya di duduki oleh satu orang. Namun saat melihat siapakah gerangan dia, mereka tersentak kaget, ternyata itu adalah Naya. Karena masih kesal dengan sikap naya tadi, mereka enggan untuk bersamanya. Naya yang daritadi mereka tatap menoleh ke arah mereka.
“Sudahlah. Lebih baik tidak usah makan daripada aku duduk bersamanya dan harus melihat wajahnya.” sindir Mona dengan nada sinis. Lalu tanpa melihat ekspresi Naya, mereka pun kembali ke kelas.
Kelas pun kosong dan mereka mulai membicarakan Naya.
“Aku mulai kesal dengannya. Dia tiba-tiba marah begitu saja.” kata Putri sambil melempar kertas dengan sangat kencang.
“Sabar saja Put. Aku sudah biasa diperlakukan seperti itu. Dia memang suka begitu.” Kata Sila sambil menenangkan Putri. Mereka tak menyadari bahwa ada sepasang telinga yang mendengar pembicaraan mereka, yakni Nova. Nova langsung memberi tahu apa yang di dengarnya tadi kepada Naya. Mendengar apa yang diceritakan Nova, Naya pun marah dan mencari mereka.
Naya yang menemukan mereka di kelas langsung marah.
“Teman macam apa kalian? Bisanya membicarakanku dari belakang. Itu artinya teman? Aku tidak menyangka kalian begitu.” kata Naya dengan nada yang penuh emosi.
“Apa maksudmu datang kemari dan langsung marah-marah kepada kami? Kamu yang mulai semuanya! Kami tidak tahu apa salah kami dan tiba-tiba kamu tidak mau bicara dengan kami.” Tutur Mona tak kalah emosinya.
“Kamu mau tahu kenapa aku begitu? Kamu Tanya saja langsung kepada Sila!” balas Naya sambil menunjuk ke arah Sila.
Sila yang sedari tadi hanya diam saja, tersentak kaget. Sila pun mengerutkan dahi dan berkata, “Aku? Apa salahku? Aku tidak merasa melakukan sesuatu yang salah.”
“Kamu itu membuat aku kesal. Kamu selalu mendapat nilai yang bagus tanpa harus belajar dengan sungguh-sungguh sementara aku yang sudah belajar dengan sungguh-sungguh mendapat nilai sama denganmu bahkan terkadang di bawahmu. Itu tidak adil!” kata Naya dengan emosi yang meluap-luap.
“Jadi karena itu? Asal kamu tahu ya, aku juga tidak tahu kenapa bisa begitu dan seharusnya kamu tidak perlu iri. Kamu sudah berusaha dan seharusnya kamu bersyukur dengan apa yang telah kamu peroleh.” Kata Sila dengan tenang.
Mona dan Putri pun ikut menjelaskan agar Naya sadar akan kesalahannya. “Kamu itu pintar Nay. Aku malah iri dan ingin bisa serajin kamu. Kamu berusaha dengan usaha kamu sendiri dan tidak melakukan hal-hal yang tidak baik dengan tujuan untuk mendapat nilai yang lebih saja sudah bagus. Aku kagum padamu.” Kata Mona dengan bijak.
“Yang penting kamu sudah berusaha, bagaimanapun hasilnya kamu harus terima karena itu hasilmu sendiri. Kamu boleh kecewa karena nilai orang lain lebih baik, tapi bukan membencinya tapi itu dijadikan motivasi untuk semangat belajarmu untuk mendapat nilai yang lebih baik.” kata Putri menambahkan.
Naya pun tertegun dan mulai menyadari kesalahannya. “Benar juga apa yang dikatakan mereka. Aku salah, seharusnya aku tak perlu marah dengan Sila.” katanya dalam hati.
Naya pun akhirnya meminta maaf kepada Sila dan teman-temannya. Dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya dan menilai sesuatu ke arah yang positif sehingga dapat memberikan dampak yang baik juga untuk Naya dan orang lain. Akhirnya Naya dan teman-temannya berteman kembali dan menjalin persahabatan dengan baik.
created by, me :D -true story-
No comments:
Post a Comment